Rabu, 18 Februari 2009

KUMPULAN CERPEN



SELAMAT TINGGAL SAHABATKU


Udara dinginpun mulai lenyap ketika matahari yang berada diufuk timur mulai menampakkan wajahnya yang berseri, menerangi orang-orang yang sedang sibuk bekerja menjalankan rutinitas mereka seperti biasa, tetapi sinar yang terang itu tidak dapat lagi kurasakan karena ibu kota yang sangat menyesakkan ini sangat jauh berbeda dengan kota Bandung tempat aku di lahirkan.
“Sayang sudah sampai.” Tiba-tiba saja suara itu membangungkan aku dari lamunan yang tidak berarti ini.
“Sayang…” tetapi ketika teguran yang kedua kalinya aku barus membalas suara itu.
“Oh, iya pah.” Tak terasa ternyata aku sudah sampai disekolah baru ku ini, akupun bergegas turun dari mobil tetapi sebelum itu aku tidak lupa mencium punggung tangan ayahku.
“Sekolah yang baik yah sayang, jangan bandel loh.” memang kapan aku bandel gerutukku dalam hati.
“Brush…” mobil ayahku pun berlalu tampa berbalik lagi, aku hanya dapat memandang DD mobil ayahku yang perlahan lenyap ketika tepat di pembelokkan.
Langkahku terasa sangat berat kali ini semuanya terasa sangat sunyi tak seorangpun yang aku kenal, tapi mau tidak mau aku harus berusaha menyesuaiakan diri ditempat baru ini, sebelum bel berbunyi aku berusaha mencari kelasku.
“Lebih baik aku tanya orang itu pasti dia tahu.” usulku dalam hati
“Permisi… maaf kelas X2 dimana yah?” sepertinya dia tahu, terlihat jelas dia dapat menjelaskan dengan sangat detail, aku pun berusaha untuk mengingat apa yang yang dia jelaskan. Setelah beberapa menit akhirnya penjelasannya selesai juga.
“Makasih yah kak.”
“Sama-sama.” akupun berbalik dan berjalan sambil memutar memoriku kembali untuk mengingat penjelasaan orang itu, tetapi kayaknya ada yang aneh waktu aku berbalik dia tertawa sepertinya ada yang ganjil dengan diriku, jangan-jangan dia memberitahukan ku jalan yang salah, ah tidak mungkin dia kan sudah menjelaskan panjang lebar begitu masa mau buang-buang waktu cuman buat kerjain orang, akupun berdebat dalam hati.
Setelah berjalan sesuai apa yang dikatakan orang itu ternyata dugaanku benar dia memberitahukan ku jalan yang salah dan parahnya dia membuatku nyasar, di wc cowok, terpaksa aku aku harus mencari tahu lagi.
“A….”tiba-tiba aku di kagetkan dengan tangan asing menyentuh pundakku seperti tangan laki-laki, akupun mencoba berbalik dan lagi-lagi dugaanku benar.
“Maaf kamu kaget yah?” sambil memperlihatkan raut wajah yang sangat prihatin.
“Yaiyalah masa yaiya dong.” dengusku dalam hati
“Sekali lagi maaf yah.”
“Iya, iya ngga apa-apa kok” untung aku bukan orang yang jantungan
“Kamu, kenapa bisa nyasar disini?” aduh mana mungkin aku ceritain kejadian ini kan malu-maluin.
“Aku nggak nyasar disini kok aku cuman mau masuk wc.” balasku agar tidak malu-maluin.
“Tapi disini itu wc cowok, wc cewek itu dilorong sebelah.” aduh kayaknya bohong aku bakalan ketahuanan, lagian nih cowok lagaknya kayak detektif saja pakai nyeledikin lagi.
“Kamu pasti dikerjain sama orang ini yah?” sambil menjelaskan ciri-cirinya, dan ternyata ciri-ciri itu benar dengan terpaksa aku mengiyakan.
“Emang kamu mau ke kelas mana?” sambil menampakkan wajah prihatin lagi
“X2.” jawabku singkat karena masih malu.
“Kalo gitu samping kelas aku dong, kalo gitu kamu ikut aku saja.”
“Terserah yang penting sampai tujuan.” suaraku jadi terasa berat karena belum beberapa jam disekolah ini sudah beberapa kejadian buruk menimpaku.
Akhirrnya sampai tujuan juga, belum sempat aku berterimakasih sosok orang yang menolongku sudah hilang, tetapi tidak apalah pastinya akan ketemu lagi, kan dia disamping kelasku.
Tidak lama kemudia bel masuk berbunyi guru yang masuk jam pertama itu masuk dan memperkenalkan aku didepan kelas. Setelah diperkenalkan aku melangkah untuk mencari tempat duduk, aku memilih tempat duduk kedua sepertinya tempatnya kosong dan orang yang berada disebelahnya kayaknya ramah, aku mencoba untuk mencairkan suasana karena aku lihat orang ini mungkin malu-malu kepadaku jadi aku berusaha untuk kenalan dengannya, ternyata semuanya jauh dari khayalanku uluran tanganku dibalas dengan sangat kasar.
“Kamu jangan ribut, sekarang waktunya belajar.” sambil menampakkan wajahnya yang masam.
“Akukan cuman ingin kenalan.” kataku dalam hati
Jam istirahat pun tiba semua siswa berhamburan keluar dan menyerbu pada satu titik apa lagi kalau bukan kantin tempat kumpul siswa untuk istirahat dan kali ini hanya orang yang aneh ini yang berada disampingku yang tidak keluar istirahat tetapi cemilang yang kelihatannya dia bawa sendiri belum lagi buku yang terus dipegangnya tidak mengalihkan pandangannya.
“Kamu ingin jadi psikolog?” tanyaku untuk mencoba akrab lagi.
“Tidak.” tampa menoleh sedikitpun kepadaku seperti menganggapku tidak ada.
“Tapi baca bukunya kok serius banget?”
“Kamu berisik banget bisa diam nggak sih dari tadi bertanya melulu.” waduh betul-betul nih anak gimana aku bisa tahan duduk ditempat ini kalo orangnya kayak gini, tapi sudah tidak tempat yang kosong, terpaksa sabar yah hati sambil mengusap-usap dadaku.



Tidak lama kemudian akhirnya mau tidak mau es sekeras apapun akan meleleh begitupun dengan aku dan Cia, akhirnya dia bisa juga berubah kepadaku bahkan kami bersahabat, kini dalam jiwanya es yang sudah lama membeku meleleh dan menjadi air yang mengalir dengan hangatnya.
Tetapi hubungan itupun tidak berlansung dengan lama hari-hari ku terasa suram sejak kemarin aku mulai merasakan kegangjalan pada diri Cia, waktu itu baru pertama kalinya dia tidak ada digerbang menungguku biasanya dia menantiku dengan senyumannya yang indah sambil melambaikan tangannya yang lentik kepadaku, tetapi kini dia sama sekali tidak ada, aku berlari kekelas dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan tidak lama aku melihat sepucuk surat dimeja guru, dan ternyata itu surat keterangan dokter milik Cia, ternyata dia sakit, apa sakitnya parah aku hanya beradu dengan kata-kata hatiku mencoba menebak bagaimana keadaan Cia, aku tidak memiliki waktu luang untuk menjenguk Cia karena aku harus serius dengan bimbinganku untuk mempersiapkan diri menghadapi olimpiade yang sudah lama aku nanti-nantikan, lebih baik nanti aku mencari waktu luang untuk menjenguk Cia.



Dua minggu berlalu ternyata sosok yang aku nanti-nantikan belum juga datang hanya harapan yang ada dalam pikiranku dia hadir dan duduk disampingku sambil bercanda. Rasa rinduku kepada nya semakin berbuncah aku putuskan mencari tahu tempat tinggalnya karena selama ku bersahabat dengannya aku tidak pernah kerumahnya bahkan menyebutkan alamat rumahnyapun dia tidak pernah.
Tidak lama kemudian aku mendapatkan alamatnya aku segera berlari dan mencari alamatnya ternyata rumahnya tidak terlalu jauh, kelihatannya sedang kosong aku mengetuk tetapi sama sekali tidak ada balasan dari dalam sepertinya mereka semua sedang keluar, aku mencoba mencari tahu dengan mengunjungi tetangganya
“Permisi tante orang-orang di rumah ini kemana yah kok kosong?”
“Oh, mereka semua sedang kerumah sakit.”jangan-jangan Cia
“Siapa yang sakit bu?”
“Anaknya Aisya”
“Aisya” aku sedikit bingung dengan nama yang disebut tadi, aku baru ingat ternyata Aisya nama panjangnya.
“Rumah sakit mana yah bu?”
“Rumah sakitnya kalau tidak salah sumah sakit Fatmawati, iya tidak salah lagi Fatmawati.” dengan wajah yang serius.
“Kalau begitu terimakasih yah bu maaf kalau menggangu waktu ibu.” sambil melemparkan senyuman yang manis.
Sesampai dirumah sakit aku segera mencari tempatnya dimana,
“Sus pasien yang bernama Cia, eh Aisya kamar berapa?”
“Tunggu dulu yah dik saya cari dulu.” sambil memberikan senyuman yang menyejukkan seola-olah menyuruhku untuk tenang menanti sambil mencari nomornya.
“Oh ini , kamar nomor 25.”
“Makasih yah sus.” Aku segera berlari dan menuju kamar yan disebutkan tadi, ternyata tempatnya tidak terlalu jauh akhirnya aku dapatkan.
Tanganku terasa gemetar memegang knop pintu aku tak sanggup melihat sosok orang yang kusayangi terkulai lemah diatas tempat tidur, tetapi mau tidak mau aku harus membuka pintunya untuk menelusuri sebenarnya Cia sakit apa hingga berlaru-larut terus dirumah sakit.
“Assalamau ‘alaikum” mataku bertemu dengan mata ibu Cia, terbaca jelas dari matanya keadaan Cia sepertinya sangat menghawatirkan, langkahku terasa tertahan ketika melihat wajah yang putih cerah dulu kini jadi putih pucat seperti tidak bernyawa, kulit-kulitnya kini hanya tulang-tulang, yang terlihat, hati ku sangat iba melihat kondisinya yang seperti ini aku merasa tidak sanggup berlama-lama disini. Sebelum meniggalkannya dan mencari tahu penyakit apa yang berani menggerogotinya aku mencium keningnya.
“Tante sebenarnya Cia sakit apa?” dengan harapan dia tidak sakit parah
“Sebenarnya dia sedang menginap kanker paru-paru.”
“Apa tidak bisa disembuhkan?”
“Bisa tetapi kemungkinannya sangat kecil, itupun harus ke Singapore karena peralatan disini tidak terjangkau.”
“Kapan perginya?” tanyaku penuh harapan tidak bersamaan lombaku nanti.
“Besok lusa.” apa?, langit serasa runtuh menimpa kepalaku dugaanku ternyata tepat aku tidak dapat meninggalkan lombaku itu, itu lomba yang sudah lama aku idam-idamkan tetapi Cia sangat membutuhkan aku juga, ya Allah apa yang harus kulakukan.
“Tante kalo begitu aku permisi pulang nanti ibu mencari aku.” sambil memberikan senyum yang dipaksakan.
“Hati-hati yah nak.” kali ini hanya anggukan yang dapat kuberikan bibirku tak sanggup berucap apa-apa lagi, ternyata dia mengidap penyakit yang begitu parah yang tidak aku ketahui karena kesibukan ku sendiri, ternyata selama ini aku sangat egois.



Pagi ini matahari bersinar dengan sangat cerah tetapi tidak secerah hatiku lagi, nyanyian burung-burung begitu indah tetapi tidak seindah kehidupanku, hari ini serasa tak berwarna hanya hitam putih, hatiku sangat bimbang mobil ini mulai melaju kelokasi lomba tetapi jauh ditempat lain ada seseorang yang menantikanku untuk memberikannya semangat hidup, ya Allah aku harus bagaimana senyum ibu yang indah ketika aku mengikuti lomba ini sangat mengaharapkannya apa lagi jika aku memenangkan lomba ini, tetapi aku kan sahabatnya tidak mungkin akau membiarkannya dia pergi tampa salam atau pertemuan terakhir.
“A……” jerit hatiku semakin pusing tidak dapat aku keluarkan,
Setelah aku pikir baik-baik aku segera turun dari mobil ketika lampu merah menyala dan memanggil taksi dan menuju bandara, guru-guru yang membawaku lomba sempat berteriak hampir bersamaan menyebutkan namaku untuk kembali tetapi keputusanku sudah bulat kesempatan ikut lomba mungkin masih ada tetapi perjumpaanku dengan Cia belum tentu karena Allah selalu menyiapkan scenario yang tidak disangka-sangka.
Sesampai dibandara aku segea berlari dan mencari Cia ternyata dia belum berangkat tetapi kali ini tak ada senyuman atau lambaian tangan yang aku dapatkan, badannya terkulai rapuh diatas tempat tidurnya yang segera dibawa naik kepesawat yang aku tidak tahu kapan kembalinya atau mungkin sama sekali tidak kembali, aku berlari mencium keningnya sebagai tanda perpisahan ternyata air matanya menetes mungkin dia merasakan apa yang aku rasakan walaupun bibirnya tidak dapat berucap sepatah katapun tetapi wajahnya, dan air matanya mampu ku baca semuanya.



Sudah tiga hari setelah keberangkatan Cia. Sepulang sekolah aku melihat surat yang bersampul putih bertuliskan untuk diriku dari orang tua Cia, hatiku terasa berdebar-debar mungkinkah dia sembuh tetapi tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu, untuk mengobati rasa penasaranku aku segera membuka surat itu dan perlahan kubaca tak terasa air mataku mengalir dengan sangat deras hatiku terasa sangat sakit bibirku tak mampu berucap ternyata sahabatku meninggal dipesawat karena kecerobohan dokter, lupa membawa persediaan cairannya ketika cairan Cia habis tak ada persediaan ternyata itu adalah hembusan nafas terakhirnya.
“Selamat tinggal sahabatku” hanya kata itu yang dapat aku ucapkan untuk terakhir kalinya, sambil mendekap surat itu dengan air mata penyesalan.

0 komentar:

Posting Komentar